Mahasiswa Jurnalistik Telusuri Pedoman Pemakaian Bahasa Pers

on Rabu, 05 November 2008

(UIN)-Mahasiswa Jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung semester 3 menelusuri Pedoman Pemakaian Bahasa Pers kamis (30/10) lalu. Dalam perkuliahan ini Asep Syamsul M. Romli, dosen Bahasa Jurnalistik UIN Bandung, menjelaskan 10 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers. Menurut beliau, 10 pedoman ini merupakan kesepakatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 10 November 1978 di Jakarta. PWI adalah salah satu organisasi profesi tertua dan terbesar di Indonesia dan dalam kurun waktu 1977-1979, PWI bekerja sama dengan beberapa lembaga di dalam dan luar negeri, menyelenggarakan pelatihan wartawan. Hasilnya dituangkan dalam sejumlah pedoman penulisan, salah satunya ialah 10 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers. Drs. AS. Haris Sumadiria M.Si. menjelaskan dalam bukunya, Bahasa Jurnalistik (2006: 193), 10 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers meliputi :

  1. Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.

  2. Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim. Kalau pun ia harus menulis akronim, maka ia harus menjelaskan dalam tanda kurung kepanjangan akronim tersebut agar dapat dipahami oleh khalayak ramai.

  3. Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefiks. Tapi dalam penulisan judul imbuhan dan bentuk awal boleh dihilangkan, sedangkan dalam penulisan tubuh berita tidak boleh dihilangkan.

  4. Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan, dan kata tujuan (subjek, predikat, objek).

  5. Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotype yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-kata sementara itu, dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka.

  6. Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah (kata kerja kopula), telah (penunjuk masa lampau), untuk (sebagai terjemahan to bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik), bahwa (sebagai kata sambung) dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.

  7. Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur adukdalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk aktif (me). Artinya bila pada awal kalimat ia menulis kalimat aktif, maka harus konsisten hingga akhir menggunakan kalimat aktif, begitu pun dalam penggunaan kalimat pasif.

  8. Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka harus dijelaskan pengertian dan maksudnya.

  9. Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.

10.Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang

komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga

aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan. (Ash3)

EYD dalam Bahasa Jurnalistik

on Selasa, 28 Oktober 2008


Dalam kegiatan perkuliahan kamis, 23 Oktober 2008 mata kuliah Bahasa Jurnalistik, Asep Syamsul M. Romli menjelaskan peran EYD dan penggunaan EYD dalam bahasa jurnalistik. Beliau menjelaskan, EYD merupakan aturan tata Bahasa Indonesia yang baku. Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa Indonesia. Siapa pun, kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara benar dan baik, maka harus menngacu pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan Pancasila. EYD pun memiliki pengecualian, biasanya pada penulisan judul. EYD yang digunakan saat ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan Bruneidarussalam.


A. Penggunaan Huruf Kapital

1. Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur
nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama
tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor
Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional.
Jabatan tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati,
anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
2. Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan, ke-Inggris-
Inggrisan, ke-Batak-Batakan, meng-Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris-
inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
3. Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi
yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi
selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok,
nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.
4. Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk
ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial,
Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,
Garis-Garis Besar Haluan Negara.
5. Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam
nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan,
yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul
cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua
Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.

B. Penulisan Huruf Miring

1. Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam cetakan dipakai
untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh,
Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
2. Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan dipakai
untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.
3. Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan dipakai untuk
menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.

C. Penulisan Kata Turunan

1. Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata
mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh,
bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
2. Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata
hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota,
antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi,
dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi,
pramuwisma,
tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.

D. Penulisan Gabungan Kata

1. Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah
khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung
untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat pandang-
dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
2. Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis
serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata,
belasungkawa,
dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka, matahari, olahraga,
padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun,
sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.



E. PENULISAN PARTIKEL

Penulisan partikel -lah, -kah, dan -tah
Pedoman EYD menetapkan ketentuan pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan -tah
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah, apakah,
siapakah, apatah.

1. Penulisan partikel pun

Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.

2. Penulisan partikel per

Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

F. PENULISAN SINGKATAN

Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

1. Penulisan singkatan umum tiga huruf

Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.

2. Penulisan singkatan mata uang

Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

G. PENULISAN AKRONIM

Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.

1. Akronim nama diri

Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.

2. Akronim bukan nama diri

Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.

Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat

Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.

Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

H. PENULISAN ANGKA

Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka,

Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :

(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,

(2) satuan waktu,

(3) nilai uang, dan

(4) kuanitas.

Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.

Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.

I. PENULISAN LAMBANG BILANGAN

Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.

1. Penulisan lambang bilangan satu-dua kata

Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.

2. Penulisan lambang bilangan awal kalimat

Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.

3. Penulisan lambang bilangan utuh

Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.

4. Penulisan lambang bilangan angka-huruf

Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com



Menelisik Posisi Bahasa Jurnalistik

on Senin, 27 Oktober 2008

(UIN)-Dalam kegiatan perkuliahan Bahasa Jurnalistik Kamis (16/10) Asep Syamsul M. Romli akrab disapa “Kang Romel”, mengangkat materi Posisi Bahasa Jurnalistik. Menurut Kang Romel, dalam terminologi sosiologi Posisi berarti Status. Status adalah kedudukan sosial dalam masyarakat, misalnya status sebagai Dokter, guru, Hakim, Menteri dan sebagainya. Semua status tersebut memiliki peranan tertentu. Jadi setiap posisi memiliki peranan tertentu.

Posisi berkaitan erat dengan “Role” (Peran). Seperti dalam permainan sepak bola, setiap pemain mempunyai peran masing-masing. Ada Penyerang (Striker) berperan mencetak gol ke tim lawan, pemain tengah (pengumpan) berperan memberikan bola ke pemain depan agar mencetak gol, pemain belakang berperan memastikan tidakada lawan ke depan gawang dan mencetak gol, dan penjaga gawang (kipper) berperan menjaga agar lawan tidak mencetak gol. Jadi Peran atau posisi menentukan tindakan apa yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Begitu pun posisi bahasa jurnalistik mempunyai peran tersendiri untuk mempengaruhi masyarakat.

Setelah memberikan gambaran tentang peran /posisi melalui ilustrasi di atas, kang Romel mengajak para mahasiswa jurnalistik semester 3 merumuskan posisi bahasa jurnalistik. Melalui diskusi dan tanya jawab, akhirnya posisi bahasa jurnalistik dirumuskan meliputi 3 peran. (1) Alat komunikasi khas media, artinya bahasa jurnalistik hanya digunakan oleh media. Dan Berbeda dengan bahasa-bahasa lain seperti bahasa kedokteran, bahasa hukum dan lain-lain, karena bahasa jurnalistik mempunyai ciri khas tersendiri dan bersifat statis. (2) Laboratorium bahasa bagi masyarakat, artinya bahasa jurnalistik merupakan bahasa hasil proses ‘penggodogan’ sama halnya seperti penelitian di laboratium. Biasanya bahasa jurnalistik menjadi trend center bagi masyarakat dalam penggunaan bahasa. Kata-kata seperti Jabar, Jatim, Sumsel, Sumbar, Curanmor, Miras, PSK, Parpol pada awalnya dipakai oleh media. Namun lama-lama menjadi populer dan digunakan oleh masyarakat. (3) Subsistem dari bahasa Indonesia, artinya bahasa jurnalistik sebagai subsistem merupakan bagian dari bahasa Indonesia sebagai sistem. Maka Bahasa Jurnalistik harus menginduk/mengacu pada Bahasa Indonesia. (Astri S.)

Susahnya Membuat Berita

UIN, (Jurnal A)

Mahasiswa Jurnalistik semester 3 fakultas dakwah dan komunikasi Universitas Islam Negeri Bandung, kelabakan membuat berita saat mengikuti mata kuliah bahasa jurnalistik kamis (11/9) di gedung Z-7 kampus UIN. Asep Syamsul M. Romli, dosen bahasa jurnalistik menugaskan membuat berita hanya dalam beberapa menit. Menurut A.S.M. Romli para mahasiswa harus terbiasa menulis menggunakan bahasa jurnalistik yang sederhana, singkat, padat dan jelas. Namun bagi mahasiswa jurnalistik semester 3, membuat berita menggunakan bahasa jurnalistik yang benar dan baik sangat susah, hingga banyak diantara mereka yang bingung membuat berita. (Astri Septiani)

Lika-Liku Mudik

OPINI

Oleh : Astri Septiani

Mudik adalah tradisi pulang kampung yang telah membudaya. Gak mudik gak asyik, barang kali itulah ungakapan dari sebagian masyarakat Indonesia yang rutin melaksanakan mudik setiap tahunnya. Tapi bagi sebagian lagi mudik menjadi hal yang sangat menjengkelkan. Bagaimana tidak, bila kita ingin mudik dengan menggunakan kereta, pesawat, kapal atau bus kita harus memesan tiket dari jauh-jauh hari. Kalau tiket sudah habis, tiket dari calo pun terpaksa harus kita beli meskipun harganya jauh lebih mahal. Belum lagi kemacetan yang selalu membayangi pikiran kita ketika mempunyai rencana untuk mudik.

Nah,,,mudik ini memang tidak hanya membuat pusing masyarakat yang akan melaksanakannya, tapi juga membuat pemerintah kelabakan mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah saat mudik. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Pariwisata dan Seni Budaya di Wonogiri (DPPSB), DPPSB ini mengkerahkan 750 bus untuk para pemudik. Jumlah itu meliputi 77 bus cadangan yang akan melengkapi 673 unit yang siap beroperasi menghadapi arus mudik. Kepala DPPSB, Sri Wiyoso, yang ditemui Espos di ruang kerjanya, Selasa (18/9), menegaskan jumlah pemudik ke Kota Gaplek tahun ini akan mengalami peningkatan sebesar 5% hingga 10%. (solopos.net )

Bagi pemudik tujuan Tasikmalaya, Garut, Pangandaran dan seterusnya. Pemerintah Daerah Jabar sedang mempersiapkan jalur alternatif yakni jalan lingkar Nagreg sepanjang 600 meter di Ciherang, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, untuk mengatasi kemacetan saat mudik nanti. Jalan ini ditargetkan akan mulai dioperasikan pada H-10. Pada tahun-tahun sebelumnya nagreg memang dibanjiri lautan kendaraan yang membuat macet hingga puluhan kilometer. Dan tanjakan emen yang terkenal itu menjadi rawan kecelakaan. Maka dari itu pemerintah berusaha memberikan pelayanan kepada para pemudik dengan mmberikan jalan alternatif ini.

Mudik juga menjadi lahan promosi bagi sebagian perusahaan. Banyak perusahaan yang membuka posko-posko mudik dengan tujuan memberikan kemudahan bagi para pemudik dengan menawarkan jasa. Banyak diantara posko-posko itu yang memberikan pelayanan, mulai dari layanan kesehatan sampai layanan servis kendaraan.

Dan bagi perusahaan seluler banyak yang memberikan layanan info mudik untuk mempermudah pemudik dalam memilih jalur mudik yang aman dan nyaman.

Begitulah kiranya lika-liku mudik yang sering terjadi saat mudik menjelang. Bagi para pemudik dianjurkan untuk mempersiapkan segala sesuatunya baik itu kesehatan fisik anda maupun kesehatan kendaraan anda, agar mudik terasa menyenangkan. Jangan sia-siakan pengalaman mudik yang hanya terjadi satu tahun sekali dan hanya terjadi di Indonesia!.